motogpbrave.blogspot.com - Kekalahan di Grand Prix
Aragon membuat Valentino Rossi makin tertinggal dari Marc Marquez di
klasemen kejuaraan MotoGP 2016. Dengan menyisakan empat seri lagi,
mampukah The Doctor merebut titel juara. Rossi yang
finis ketiga di Sirkuit Aragon, Minggu (25/9/2016), jadi terpaut 52 poin
dari Marquez yang keluar sebagai pemenang. Pembalap Repsol Honda sukses
mengembalikan selisih poinnya setelah dalam beberapa race terakhir
selalu gagal mengasapi rival utamanya. Dengan menyisakan empat
seri tersisa, Marquez sangat difavoritkan keluar sebagai juara dunia
MotoGP 2016. Pembalap Spanyol butuh dua kemenangan lagi untuk mengunci
gelarnya, meski secara matematis ia cuma butuh sekali saja saat balapan
di Jepang dengan catatan Rossi gagal mendulang poin sama sekali.
Jelas,
perebutan gelar bukan pekerjaan mudah bagi Marquez sebab ia mesti
memastikan bisa merebut dua kemenangan lagi. Rossi juga sama, bahkan
lebih menuntut syarat lebih berat: Marquez setidaknya harus gagal di dua
kali balapan dan ia bisa keluar jadi pemenang. Mustahil rasanya
jika Marquez gagal mendulang poin di tengah performa terbaiknya.
Sementara Rossi untuk merebut kemenangan, bakal sedikit dihadapkan pada
tantangan mengingat motor Yamaha kini tidak sekompetitif di paruh
pertama.
Tapi setidaknya Rossi masih punya motivasi jika menilik
aksi legenda balap Yamaha di era 1990-an, Wayne Rainey. Ya, legenda asal
Amerika Serikat itu sempat berada di posisi yang sama dengan pembalap
Italia, bahkan bisa dibilang lebih berat. Namun akhirnya, Rainey tetap
mampu jadi juara.
Peristiwa itu terjadi dalam kejuaraan 500cc
1992. Rainey ketika itu bersaing ketat dengan Mick Doohan, pembalap
Honda. Sayang, sejak awal joki Yamaha selalu dikalahkan Doohan. Dalam
lima seri terakhir, ia cuma jadi runner up Doohan tiga kali dan
sisanya gagal menyelesaikan balapan. Setidaknya dalam tujuh balapan
perdana, Rainey cuma sekali menang, kalah telak dari Doohan yang
mengoleksi lima kemenangan.
Memasuki GP Belanda, 27 Juni 1992, selisih poin Rainey dengan Doohan
mencapai 65 poin (ketika itu pemenang mendapat 20 poin). Jumlah tersebut
kemungkinan bertambah mengingat Rainey pada akhirnya gagal tampil di
Assen lantaran mengalami cedera engkel.
Tiba-tiba drama terjadi.
Doohan mengalami kecelakaan tunggal di sesi latihan GP Belanda. Doohan
mengalami cedera serius di mana kakinya patah dan ada opsi harus
diamputasi. Kondisi yang sangat memukul Doohan sebab ia sangat
difavoritkan merebut gelar 500cc pertamanya.
Doohan akhirnya
absen empat seri lamanya. Absennya sang rival dimanfaatkan Rainey untuk
menipiskan selisih poin. Di tiga balapan tanpa Doohan, Rainey finis
kelima di Hungaria, juara di Prancis, dan jadi runner up di Inggris. 43
poin ia kumpulkan sehingga selisih poinnya jadi 22. Di seri balap
Brasil, Doohan akhirnya bisa tampil setelah absen hampir delapan
minggu. Namun kondisi yang belum fit menyebabkannya cuma finis di
peringkat 13, sementara Rainey keluar sebagai juara.
Rainey pun
tinggal berselisih dua poin dengan Doohan di seri terakhir yang ketika
itu berlangsung di Afrika Selatan. Dalam balapan tersebut, pembalap
Garpu Tala lainnya John Kosicki keluar sebagai pemenang. Ketika itu juga
muncul isu Rainey meminta bantuan Kosicki yang langsung dibantah dalam
bukunya. Rainey yang cuma butuh finis di atas Doohan, mampu
melakukannya dengan merebut podium ketiga dan Doohan cuma finis keenam.
Rainey pun juara dunia dengan selisih empat poin saja.
Nah,
persaingan Rainey dan Doohan bisa jadi salah satu yang paling dramatis
ketimbang musim lalu. Pada 2015, balapan juga mesti ditentukan di seri
akhir Valencia di mana Rossi dan Lorenzo jadi kandidatnya. Pembalap
Spanyol pada akhirnya juara setelah finis pertama di Sirkuit Ricardo
Tormo, sementara rekannya di tempat keempat akibat dihukum start dari
posisi buncit (akibat hukuman insiden senggolan dengan Marquez di
Malaysia).
Kini, mampukah Rossi bisa mendapat 'keberuntungan' layaknya Rainey? Tunggu saja di empat seri balap MotoGP 2016 yang tersisa.
Source from SinDoNews